TopBottom

Berlangganan Artikel

Facebook Twitter Google Buzz Digg Yahoo! Bookmarks Google Bookmarks Technorati

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Malaikat di Surau Kami

Posted by Tiar Bahtiar at Senin, 24 Agustus 2009
Share this post:
Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Yahoo Furl Technorati Reddit


Gambar
Jakarta -Ini cerita tercecer yang dipungut, kemudian ditulis dan dibukukan oleh penerbit REPUBLIKA. Melengkapi potret hidup komunitas marginal di Sudut Indonesia. "Malaikat di Surau Kami", kumpulan feature yang mengajak hadir lebih dekat di komunitas masyarakat kecil. Mereka orang-orang yang tinggal di kolong jalan tol, tempat pembuangan sampah, bedeng-bedeng di lahan kosong tak bertuan, dan sudut sudut permukiman kumuh.

Sorotannya, lebih pada kehidupan surau. Menyinggung sedikit kehidupan sosial masyarakat, dan menyindir naluri kemanusiaan kita. Apakah Allah SWT, menghadirkan malaikat dalam aktivitas ibadah kita, atau justru syetan yang lebih dominan. Secara strata ekonomi dan sosial, kita boleh di atas angin. Tapi urusan keberkahan, bisa jadi mereka yang sujud di antara tumpukan sampah yang kita buang sembarangan, lebih dipilih Allah. Di akhir 2004, YPI Al-Azhar mendirikan lembaga amil zakat. Tiga tahun berselang, masyarakat mengenalnya sebagai LAZ Al-Azhar Peduli Ummat. Dalam ranah perzakatan di Indonesia, kelahirannya masih amat hijau. Tapi, sentuhan midas Anwar Sani – Direktur Al-Azhar Peduli Ummat – membuat lembaga ini melesat cepat. Kini, dalam pentas pengelolaan zakat di tanah air, lembaga ini bersaing sejajar dengan lembaga sejenis yang tumbuh lebih awal.

Tapi, ia tidak tiba-tiba ada. Mulanya, surau rapuh di permukiman pemulung, Bantar Gebang, Bekasi, menorehkan cerita ikhwal lembaga ini berdiri. Kemudian menyusul, surau surau yang lain, di komunitas marginal. Program pertama menandai kelahiran LAZ ini, diberi tajuk, "Benah Rumah Ibadah."

Melalui surat kabar, Al-Azhar Peduli Ummat, melaporkan langsung dari lapangan, cerita tercecer, mushola dan surau-surau yang terlantar. Rumah ibadah yang berdiri apa adanya, namun tetap teguh jamaahnya berpegang pada tali iman. Feature itu, menuai respons dari banyak pembaca. Donatur yang terpanggil hatinya, turut menegakkan kembali tiang tiang surau yang nyaris ambruk.

"Fantastis!", Anwar Sani terpukau. Ia berterima kasih pada pembaca yang telah terlibat, menata kembali surau surau yang ditulis dalam buku ini.

Surau-surau itu, nyaris terabai nasibnya. Karena ia terselip di gang-gang sempit, sudut kampung, dan tercecer di antara tumpukan sampah komunitas pemulung. Bangunannya berbentuk kubus, sebagian tanpa kubah. Bahan material yang digunakan, mayoritas puing puing bangunan bekas rumah rumah elit. Karpet yang terbentang untuk sajadah, juga limbah sampah bekas permadani yang dibuang di pinggir kali. Seseorang memulungnya, mencuci berkali kali agar baunya lebih segar, kemudian membawa pulang untuk karpet surau.

Tidak hanya bentuknya yang perih dipandang, kebanyakan surau ini juga berada di atas tanah ilegal. Ini tanah terlarang sebenarnya. Tapi lahan kosong, selalu membetot perhatian orang untuk menempatinya. Di Jakarta yang padat, tak akan selamat jika lahan dibiarkan tidur. Ada saja orang yang tiba-tiba berani mendirikan bedeng. Satu mulanya. Putaran waktu, kemudian menjadikan tanah kosong yang diakui milik negara ini, berubah jadi perkampungan.

Seakan, membenarkan hadits Nabi, "Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah miliknya," (HR. al-Bukhari, at-Tirmidzi, dan Abu Dawud). Umar bin al-Khaththab ra. juga pernah mengatakan, "Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga tahun."

Mereka kerap disebut sebagai pendatang ilegal. Tiap saat akan tergusur, tanpa kompensasi dan ganti rugi. Anehnya, komunitas yang terbentuk itu, dapat membentuk satu lingkungan RT, bahkan RW. Punya KTP, KK, dan rekening listrik. Tapi, inilah Jakarta. Apa yang tidak bisa disulap, di metropolitan yang makin kumuh dan amburadul ini.

Mengapa, mereka butuh surau surau itu?

"Ini benteng terakhir bagi kami. Hidup makin sulit, kalau iman tidak kuat, pilihannya tinggal dua. Merampok apa bunung diri," tandas Rohadi. Ia seorang pemulung, asal Indramayu yang numpang di bedeng kolong jembatan tol Pluit.

Kita bisa jadi gemetar, mendengar pengakuan itu. Dengan segala keterbatasan hidup, orang orang kecil mampu bertahan lantaran punya tempat kembali. Mereka bisa meredam nafsu yang mendidih, dengan tafakur di dalam surau. Memahamkan diri, bahwa sejatinya kesulitan-kesulitan ini, tangga uji dari Allah SWT, untuk hamba-Nya.

Surau di komunitas marginal, juga punya peran sosial. Ia jadi tempat sekolah, bagi anak anak kurang mampu. Mereka mendaras Al Quran, secara cuma-cuma dari sang guru ngaji yang super dhuafa. Wujud, surau yang berantakan bukanlah sebab seorang dhuafa kufur nikmat, enggan sholat, dan tak mengenal Tuhan. Tapi, surau yang dinding dan atapnya sulaman limbah sampah, tempat suci untuk berdilaog dengan Allah SWT.

"Insya Allah, malaikat malaikat Allah lebih betah bersama kami di tempat seperti ini," terang Mas Picis. Ia mantan preman Senen yang kini jadi seorang dai.

Bila kumpulan feature ini, diberi judul "Malaikat di Surau Kami", seperti terinspirasi oleh keyakinan Mas Picis. Seraya menelaah diri akan paradigma rumah ibadah yang kerap tidak tepat.

Orang, kerap berlomba megah-megahan bangun Mesjid. Ditingkat tinggi-tinggi, dipancangi besi kekar, direkat semen padat, dan dikeramik batu pualam. Kubahnya, ada yang dari emas malah. Mesjid, dibuat tampak agung dan gagah. Tapi, kerap kali jamaahnya sepi. Tak jarang, saat subuh, hanya ada satu satunya orang. Dia yang adzan, iqomah, imam, dan ma’mum. Seorang diri di usia uzur, merangkap semuanya.

Maka, denyut nadi surau-surau itu, menyibakkan pelajaran lain dari makna rumah ibadah. Ia tak sekadar dibangun, tapi kita punya kewajiban mengisi dan meramaikannya. Jangan jadikan masjid-masjid megah sebagai gudang kemubaziran. Jika itu yang terjadi, benar kata Mas Picis, Allah lebih senang mengirim Malaikat di Surau Kami.
Share
Share/Save/Bookmark

Artikel Menarik:



0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l:
Posting Komentar

Posting Komentar

Semakin banyak anda berkomentar, semakin banyak backlink yang anda dapatkan dan tentu saja Search Engine akan semakin cinta terhadap blog anda.